Biarkan Aku Menantimu Walau Engkau Tak Pernah Memintanya
Manakah
yang lebih engkau sukai? Menanti atau mencari?
Kedua
pilihan yang seharusnya tidak menjadi pilihan untukku, dengannya harus
merasakan apa itu kesabaran dan perjuangan. Bersabar dalam menanti, dan
berjuang dalam mencari. Keduanya sama-sama memiliki tantangan.
Entahlah..,
hingga kini aku tak tahu berada dalam posisi yang mana? Apakah itu pencarian
atau penantian, yang jelasnya aku sedang berusaha untuk tidak terlalu berharap
padanya. Seseorang yang hilang belasan tahun yang lalu, tapi kini aku telah menemukannya
diantara miliaran manusia. Namun semua masih sebatas menemukan, tak ada harapan
apapun, apalagi sebuah komitmen. Belum, itu semua belum terfikir dibenak
masing-masing. Dipertemukan dengannya lagi adalah sebuah anugerah. Meski dengan
pertemuan tersebut akan dihadapkan lagi
dengan perpisahan. Apapun itu, itulah
jalan takdir yang harus dijalanai. Aku yakin itulah liku-liku yang Allah
takdirkan untukku dan dirinya sebelum masa penentuan itu tiba.
Kadang
lelah. Lelah mengejarnya. Untuk itu, aku belajar untuk tidak berlari terlalu
kencang yang pada akhirnya akan jatuh dan berujung pada kekecewaan. Suatu hal
yang sedari kecil tak pernah kusukai. Yaitu perpisahan. Ya, hingga kini biarlah
ada satu nama yang tinggal dihatiku. Biarkan satu nama itu hidup diketerbatasan
rasaku, biarkan ia bernafas dengan leluasa, biarkan ia tetap tinggal hingga
takdir menentukan.
Kamu,
aku tak terlalu mengenalmu? Siapa kamu? Bagaimana karaktermu sekarang? Apa
hal-hal yang tidak engkau sukai? Bahkan visi hidupmu sekalipun aku tak pernah
tau.
Aku
hanya mengenal namamu. Itupun hanya melalui daftar pertemanan diakun sosial
media dan tak lebih. Wajahmu? Ah, aku tak terlalu hafal bagaimana bentuknya.
Aku hanya tahu dirimu yang dulu , dirimu yang nakal, jail dan mengesalkan buatku.
Tapi itu sudah belasan tahun yang lalu, sejak kita bersama di batas waktu lampau. Saat kita masih awam dengan arti cinta. Dan
kufikir, sudah banyak yang berubah dari dirimu. Entahlah.., aku tak sedikitpun
tahu tentang perubahanmu. Yang kutahu, dari setiap postinganmu disosial media
menggambarkan bahwa kau sudah berubah, lebih baik dari apa yang kubayangkan
sebelumnya. Perubahanmu adalah kejutan terindah untukku. Speechless!
Ah,
mungkin aku salah jika aku terlalu mengharapkanmu, sementara aku tak tahu
bagaimana detail perasaanmu padaku. Kamu misteri bagiku. Susah ditebak. Aku
menyesal karena aku pernah menunjukkan sikap kalau aku terlalu berharap padamu.
Tidak, aku tak akan membiarkan diriku terus terbawa arus karena mencintaimu.
Sekuat
hati aku mengusir dirimu dari sela-sela ruang hatiku, tapi engkau masih
kembali, dan terus saja kembali. Kutanyakan padamu apa maumu, tapi kau tak
memberi jawaban apapun padaku. Lalu aku harus bagaimana? Tegakah kau melihatku
terombang-ambing dalam perasaan karena mencintaimu? Tegakah kau membiarkanku
mengharapkan cinta semu yang pada akhirnya tak akan pernah datang. Aku harus
bagaimana?
Apakah
aku salah jika aku mencintaimu? Aku tak tahu kapan pertama kalinya aku jatuh
cinta padamu? Aku juga tak tahu sampai kapan cinta ini bisa bertahan. Yang
kurasakan, aku begitu nyaman dengan fitrah cinta ini. Tanpa menyapa, tanpa
bertemu. Aku mencintaimu melalui doa-doaku. Apakah kau melihat langit? Ya sama.
Akupun melihatnya. Dalam proses ini kusampaikan rinduku melalui angin,
pernahkah kau merasakannya? Ah, kenapa kau tega menelantarkan perasaan ini?
Mengapa tak kau beri kepastian padaku?
Apapun
yang kau putuskan mungkin aku akan terima segala konsekuensinya. Tapi hal itu
tak pernah engkau lakukan. Kau masih saja membiarkan hatiku terlontang-lantung
menunggu jawaban ketidakpastianmu. Lalu kau akan bilang bahwa pacaran itu
diharamkan dalam islam, mungkin itu senjata pamungkasmu untuk menghindari
pertanyaanku, bukan? Meskipun aku sendiri tahu, bahwa tiada ‘pacaran’ dalam
kamus islam yang sesungguhnya. Sebenarnya akupun risih dengan istilah pacaran,
meskipun orang-orang akhir zaman menamainya “pacaran islami’, tetap saja
melanggar aturan syar’i. Apapun istilahnya tetap saja islam tegas dalam
aturannya, kau memang benar. Islam mengharamkan pacaran. Tapi tahukah kau? Aku tak
ingin berpacaran denganmu sebelum tanganmu dan tangan ayahku bertemu dihadapan
penghulu, sebelum ikrarmu bergeming di arsy-Nya, sebelum para hadirin serentak
berkata “Sah” maka saat itu juga aku tak ingin berpacaran denganmu. Aku tahu
langkah bagaimana yang harus ku jalani. Duhai lelaki yang ku cintai karena
Allah, aku hanya ingin menikah denganmu. Kapan kau akan melamarku? Kapan kau
akan membawa rombongan keluargamu ke rumah ayahku? Kapan kau akan mengetuk
pintu rumahku?
Tapi
tak mengapa, jika kau tak memberikan harapan walau secuilpun padaku. Dengan begitu,
aku belajar untuk tak terlalu mengharapkanmu. Aku tahu, caramu adalah jalan
terbaik untuk kita saling menjaga diri. Terimakasih karena tidak menyapa,
terimakasih karena tidak mendekat, terimakasih karena tidak mengatakan cinta.
kamu begitu berharga, maka itulah tak sembarang hati bisa merayumu. Kamu begitu
baik, maka itulah tak sembarang cinta bisa menggodamu. Kamu adalah seseorang
yang pantas diperjuangkan, walau aku sadar, namaku tak tertulis dikamus hatimu.
Tapi izinkan aku memperjuangkanmu di sujud panjangku. Izinkan aku menyentuhmu
dibait-bait doaku.
Ah,
tapi sekali lagi, terimakasih sudah menjauh. Semoga setiap jarak yang
dibentangkan menjadi kebaikan bagi kita. Dan jika pada akhirnya kita tidak
berjodoh, rasa terimakasih ini akan tetap kuhaturkan, karena sadar atau tidak
sadar, dengan jarak ini kau sudah turut serta membantuku menjaga diri.
Penantian.
Entahlah.. kau memang tak pernah memintaku untuk menantimu. Tapi dengan
ketulusan hatiku, biarkan aku menantimu tanpa engkau mengetahuinya. Sampai
takdir menentukan apa yang terbaik untuk kita, sampai ketetapan Allah tiba.
Disela-sela
sunyinya hati, masih ada namamu yang tinggal dihati. Nama yang semakin lama
semakin membeku. Tidakkah kau ingin mencairkannya? Duhai kamu, aku merindukan
kedatanganmu. Semoga engkau selalu dalam lindungan-Nya. Semoga Allah memudahkan
segala urusanmu agar kau segera menjemputku. RbR
Komentar