Majulah, Arungi Samudera Rumah Tangga




Namaku Nana. Umurku diatas 25 tahun. Selain kuliah, aku juga kerja sebagai Administrasi kantor disebuah perusahaan swasta. Aku perantau yang sengaja keluar kota untuk menambah pengetahuan, ilmu dan juga pengalaman. meski aku kuliah, aku tak pernah merepotkan orangtuaku dalam pembiayayaannya, karena dari gaji yang kuterima aku sanggup untuk membayar semua biaya kuliah dan kehidupanku selama diperantauan. Kota yang ku tuju sebenarnya tidak terlalu jauh dari kampungku, dari tempat dimana orangtuaku tinggal. jaraknya hanya berkisar 3 jam perjalanan menggunakan bus. Aku menikmati setiap perjuangan yang kulalui. meski aku seorang wanita, aku tak ingin ada seseorang yang menganggapku lemah. kegiatanku full sekali, apalagi saat ini aku berada disemester tingkat akhir, banyak tugas yang harus ku kerjakan, ditambah lagi tugas-tugas dari kantor tempat kerjaku. semua ku lalui dan berusaha memberikan yang terbaik disetiap pekerjaan yang ku lakukan.

Siang itu aku lelah sekali, setelah dilanda berbagai aktivitas kantor dan juga tugas-tugas kampus yang menumpuk. sejam sebelumnya aku baru saja pulang dari les bahasa inggris yang diadakan oleh IOM unuk para pengungsi asal timur tengah, sebenarnya kelas itu hanya khusus migran, tapi berhubung aku bekerja di sana, apa salahnya aku memanfaatkan kesempatan itu. disela-sela kesibukanku, les bahasa inggris masih menjadi kegiatan prioritasku selain kerja dan kuliah dan berbagai kegiatan lain. entah bagaimana lelahnya jiwa dan ragaku ini, tapi aku tak mempedulikannya. yang aku harap adalah dengan kerja keras yang selama ini kujalani akan merubah masa depanku menjadi lebih baik. ku fikir, disamping berdoa, usaha itu juga mendukung proses pencapaiannya.  Dengan banyaknya aktivitas yang ku jalani, aku tak sadar bahwa ada sosok yang terabaikan keinginannya. mereka itu kedua orangtuaku. sudah sejak setahun yang lalu mereka menginginkan agar aku segera menikah. tapi aku selalu berdalih dengan alasan-alasan klasikku. tapi bukan berarti aku tidak mau menikah. hanya saja aku belum siap. belum lagi aku masih fokus dengan pendidikan dan karirku, apalagi aku punya rencana untuk melanjutkan pendidikan pasca sarjana. Aku sadar betul bahwa menikah itu sunnah. bahkan aku ingin sesegera mungkin menunaikan sebagian dari separuh agamaku. Tapi, disamping alasan pendidikan, karir dan kesiapan, ada alasan lain yang jadi faktor penyebabnya. jangankan calon suami, berfikir untuk dekat dengan lelakipun belum ada terekam dalam benakku. entah itu karena trauma, takut atau yg lainnya aku sendiri tidak tahu. yang jelasnya, aku belum memiliki calon suami. dan Allah belum mengirimkan sosok itu dalam hidupku. Tapi walau bagaimanapun aku tetap berbaik sangka pada-Nya. Terus berdoa dan berusaha. semoga DIA segera mengirimkan jodoh untukku.
Siang itu, saat aku sedang siap-siap pergi kerja, ponselku berdering. Kulihat tak ada nama dalam panggilan masuk kali itu. Aku ingat kalau aku sudah kehilangan semua kontak di handphone-ku akibat ponselku hilang beberapa minggu sebelumnya. aku tak peduli. segera ku jawab panggilan itu.
"Assalamualaykum.." Ucapku
"Wa'alaykumusslam., Na ini bapak"
aku tersegal dan lisanku segera beristighfar. bagaimana tidak. sejak ponselku hilang hingga saat bapak menelponku, aku tidak memberi kabar padanya. tentu ia khawatir denganku.
"Kakak sehat-sehat aja kan nduk..?" kata bapak melanjutkan kata-katanya.
"Alhamdulillah sehat pak, Bapak, ibuk sama semua keluarga disana sehat juga kan pak? Nana minta maaf ya pak, gak ada ngabarin dan telpon kekampung beberapa minggu ini. hape Nana hilang dua minggu yang lalu, ini kartu sim nya juga baru di urus di grafari, itu sebabnya, bapak baru bisa telpon.
"Yo wes gak papa. yg penting kakak sehat-sehat aja di sana, ibukmu khawatir terus waktu nomormu gak bisa di telpon, bapak juga gak tahu mau gimana.
"iya pak, Nana minta maaf udah bikin bapak sama ibuk cemas"
"gak papa nduk. gimana kuliah sama kerjamu?"
"Alhamdulillah lancar pak, beberapa bulan lagi Nana udah wisuda. kerjanya juga lancar pak"
"Syukur kalau begitu. kamu sudah punya calon suami nduk?"
kali ini aku terdiam beberapa menit mendengar pertanyaan bapak. gimana aku harus jawab. aku tak tega jika jawabanku nantinya akan membuatnya sedih, mengingat dirinya yang sudah pengen punya mantu dan cucu. tapi walaubagaimanapun aku harus jujur pada bapak sembari memberikan harapan bahwa aku akan menikah dan mengabulkan keinginannya.
"Eeuuuh, untuk calon sih Nana belum ada pak, tapi bapak gak usah khawatir, Nana udah minta tolong sama istrinya pak ustad buat cariin calon suami buat Nana, katanya mereka mau bantuin kok pak."
"hmm, mudah-mudahan secepetnya ya nduk, bapak sama ibukmu udah gak sabar pengen nimang cucu. tetangga kita yang samping rumah udah nambah cucunya. tiap hari rame terus rumahnya. gak kayak rumah kita. sepi."
rasanya aku turut merasakan apa yang bapak dan ibuku rasakan. aku paham betul bagaimana perasaan mereka. tapi apa dayaku. aku hanya bisa pasrah dengan segenap usaha dan doaku. Jodoh itu perkara Allah. Cepat atau lambatnya hanya Allah yang menentukan. sebagai seorang hamba, aku hanya bisa mempersiapkan diri, memperbaiki diri dan akhlakku sebelum jodoh menghampiriku. tak sadar ada linangan bulir bening di ujung pelupuk mataku. aku belum bisa mengabulkan keinginan oangtuaku. Ya Allah, segerakanlah jodohku.
"Nduk,...." suara lembut bergeming ditelingaku. aku yakin itu suara ibu yang sedang bicara di telpon.
"iya buk"
"kamu jangan sedih. Jodoh itu memang kuasa Allah. mau cepat atau lambat kalau Allah belum berkehendak, semua gak akan terjadi. Bapak sama ibuk memang pengen sekali kamu menikah, tapi kalau memang jodohnya belum Allah kirimkan mau bagaimana lagi. Bapak sama ibuk gak maksa kamu."
"jadi begini nduk.." suara itu berubah lagi jadi tegas namun tetap lembut, tentu itu suara bapak. aku hanya diam dan mencoba menghapus sisa tetesan airmata yang menggenang dipipiku.
"Emm, ini ada cerita dari bapak sama ibuk. menurutmu, gimana kalo adikmu Rio menikah duluan?, akhir-akhir ini bapak bingung nduk. adikmu itu sudah ngebet pengen nikah. dan orangtua calonnya itu juga nyuruh cepet-cepet lamaran dan langsungkan akad. Adikmu Rio gak berani ngomong langsung sama kamu, jadi bapak sama ibuk yang jadi perantara. Apa kamu mau dilangkahin sama adikmu nduk?, Bapak sama ibu gak ada maksud bikin hatimu sedih, tapi ini keinginan adikmu, ya walaupun bapak sama ibu juga pengen cepet nimang cucu." kata bapak menjelaskan sedetail mungkin padaku. mendengar penjelasannya, hatiku lirih.tatapanku kosong. mataku mulai berkaca-kaca lagi, dalam hitungan detik air mata yang tadinya sudah hampir mengering kini mengalir kembali.aku masih meletakkan ponsel genggam ditelinga kiriku dan tangan kananku menutup mulutku. aku takut jika nantinya tangisku pecah akan didengar bapak dan ibu.aku berusaha menguasai diriku. dengan tenang ku atur kata-kataku.
"Pak, buk.. kalau memang Rio sudah mendapatkan wanita yang menjadi tambatan hatinya dan memang sudah ditakdirkan menjadi jodohnya, kenapa Nana gak mau dilangkahin?, kalau Rio bahagia, Nana juga bahagia buk. Nana ikhlas dilangkahin buk. kan ibuk yang bilang kalau jodoh itu kuasa Allah, kalau pada kenyataannya jodoh Rio yang lebih dulu datang kenapa Nana harus bersedih, itu semua sudah diatur sama Allah. Nana gak papa kok pak, buk." kataku berusaha kuat sambil menahan tangis agar tidak terdengar bapak dan ibu. Sejatinya, meski aku bahagia mendengar kabar itu tapi disisi lain hatiku teriris. Bagaimana bisa aku yang selama ini menjadi tumpahan curahan hati Rio didahului menikah oleh adikku sendiri, Rio. Sebenarnya aku sudah memastikan bahwa hatiku akan baik-baik saja, mengingat aku masih ingin melanjutkan pendidikan S-2 dan mengembangkan karirku.begitulah fikirku demi menghibur diri. hanya satu kekuatanku. Berfikir positif dan tetap berbaik sangka kepada Allah. dikampungku atau bahkan dimanapun itu barada, jika ada wanita yang dilangkahi menikah oleh adiknya akan jadi gosip terbaru, mengalahkan gosip artis-artis yang ada di TV. mereka akan menjuluki wanita itu dengan sebutan "Perawan Tua". Entah mengapa fikirku tiba-tiba melayang kesana. apakah aku sudah menyiapkan mental jika ada seseorang yang berkata demikian padaku. Ah, aku sudah menanamkan dalam diriku bahwa tidak ada yang namanya perawan tua. hanya saja terlambat menikah karena Allah belum mengirimkan jodoh untukku. begitulah kerasnya aku menghibur diriku.aku bukan tipe wanita selektif dalam menentukan sosok calon suami. aku hanya ingin lelaki yang ketika aku bersamanya, Allah dan surga terasa semakin dekat. aku tetap berprasangka baik pada-Nya. Allah sudah memilihkan jodoh yang tepat untukku, hanya menunggu waktu kedatangannya.
perlahan kurebahkan kepalaku dibantal empuk yang sudah basah oleh airmataku sejak aku berbicara dengan bapak dan ibuk.
"Yo wes nduk, rencananya untuk lamaran adikmu Rio dan Oki calon adik iparmu seminggu setelah kamu merestui mereka, dan untuk akad nikah dan resepsinya seminggu kedepan setelah lamaran. dari sekarang dua keluarga sudah mulai mempersiapkan segala keperluan di hari H nanti. kamu pulang kan nduk?" tanya bapak padaku.
"Insya Allah pak, nanti Nana coba ajukan cuti dari kantor." jawabku datar
"kamu beneran gak papa kan nduk?" suara lembut itu kembali menyapa telingaku. aku yakin itu suara malaikat tanpa sayap yang ada dihidupku. ibu. Ah, jika tidak ada jarak yang memisahkan, aku ingin sekali memeluk ibu. mengatakan isi hatiku yang sebenarnya, bersandar dibahunya dan mengungkapkan perasaanku dari hati ke hati, aku yakin.. ibu lah yang mengerti perasaanku saat ini. karena dulu sebelum ibu menikah dengan bapak, ibu pernah dilangkahi adiknya, tepatnya dilangkahi bibiku. yang mana sekarang umur anak pertama bibiku lebih tua dua belas tahun dari umurku. Berarti saat itu ibuku menikah dengan bapak setelah anak bibiku yang pertama berumur 10 tahun. Itu artinya, ibuku menunggu sampai 10 tahun baru menemukan jodoh dan menikah dengan bapak. Jauh sekali fikiranku melayang. aku takut jika nasibku akan sama seperti ibu. sekali lagi tidak. aku tetap berprasangka baik pada Allah, pasti ia tidak akan lama-lama mengirimkan jodohku. Aku sebenarnya punya satu saudara sulung, namanya Mas Wisnu. dia sudah menikah. umur pernikahannya sudah hampir 5 tahun, tapi belum dikarunia anak. itulah sebabnya bapak dan ibuk menyuruhku agar cepat-cepat menikah. Mereka rindu dengan anak-anak kecil, tepatnya mereka ingin memamerkan pada dunia bahwa mereka juga bisa menimang cucu. Aku banyak diam dalam percakapan lewat telpon itu, mereka lebih sering berucap "Ndukk, haloo. haloo, apa gak ada sinyal ya, kok suara Nana gak ada..." aku mendengar jelas setiap kata demi kata yang mereka ucapkan. meskipun mereka beranggapan aku tidak mendengarnya, sebab jaringan dikampungku tidak normal, terkadang baik dan terkadang buruk.
"Iya pak, buk.. Nana denger kok apa yang bapak sama ibuk bilang,"
"Iya nduk, alhamdulillah kamu merestui adikmu nikah duluan" kata bapak. dari nada suaranya sepertinya bapak terlihat bahagia.
"kamu yang sabar ya nduk nunggu jodohmu, kalo udah tiba saatnya pasti dia datang" ujar ibuk dengan nada lirih. aku tahu betul, ibuk bisa mengerti perasaanku. Airmataku masih mengalir, namun tidak berefek pada suaraku, suaraku masih jelas dan tenang, tak ada mewek sedikitpun. meskipun hatiku membantah semua gestur tubuhku. sekali lagi aku meyakinkan bahwa aku baik-baik saja.
Tak terlalu lama kami bercerita, karena aku harus kerja. beberapa detik kemudian ku tutup telponku. ku ambil tas kerjaku, sesaat sebelum melangkah keluar kulirik wajahku di cermin kamar hiasku, Wajahku sembab, titik-titik airmata itu masih tergambar jelas diwajah ovalku. ku berlari kecil kearah kamar mandi, kubasuh wajahku sekaligus mengambil air wudhu. Terasa adem dan menyejukkan. ku lupakan semua kesedihanku. Allah adil dan maha adil. Dia tidak membiarkanku sendirian melewati hari-hari kelamku. aku yakin setelah ada hujan dan petir pasti ada pelangi setelahnya. Allah akan menghiaskan pelangi itu dalam hidupku bersama seorang hamba yang tidak hanya menuntunku didunia tapi juga mengenggam erat tanganku menuju surga-Nya. Adikku, semoga kebahagiaan menyelimuti kehidupan rumah tanggamu, didunia dan juga dinegeri abadi, Akhirat. aku sudah memberikan restu untukmu, majulah dan berlayar mengarungi samudera rumah tangga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Takdir

Hafidzah Impian